Mata Uang | Satuan | Nilai Jual | Nilai Beli | Nilai Tengah |
Dolar Australia [ AUD ] | 1 | 8674.82 | 8585.11 | 8629.97 |
Dolar Brunei D. [ BND ] | 1 | 6811.21 | 6737.74 | 6774.48 |
Dolar Canada [ CAD ] | 1 | 8681.64 | 8589.53 | 8635.59 |
Franc Swiss [ CHF ] | 1 | 9177.33 | 9081.52 | 9129.43 |
Yuan China [ CNY ] | 1 | 1338.44 | 1325.01 | 1331.73 |
Kroner Denmark [ DKK ] | 1 | 1637.69 | 1620.40 | 1629.05 |
EURO [ EUR ] | 1 | 12201.43 | 12076.33 | 12138.88 |
Poundsterling Inggris [ GBP ] | 1 | 14185.37 | 14039.47 | 14112.42 |
Dolar Hongkong [ HKD ] | 1 | 1155.92 | 1144.17 | 1150.05 |
Yen Jepang [ JPY ] | 100 | 10732.32 | 10620.81 | 10676.57 |
Korean Won [ KRW ] | 1 | 7.86 | 7.78 | 7.82 |
Ringgit Malaysia [ MYR ] | 1 | 2907.29 | 2876.26 | 2891.78 |
Kroner Norwegia [ NOK ] | 1 | 1528.80 | 1512.68 | 1520.74 |
Dolar Selandia Baru [ NZD ] | 1 | 6609.26 | 6534.06 | 6571.66 |
Kina Papua Nugini [ PGK ] | 1 | 3623.48 | 3320.75 | 3472.12 |
Peso Philipina [ PHP ] | 1 | 204.26 | 202.12 | 203.19 |
Kroner Swedia [ SEK ] | 1 | 1332.39 | 1318.24 | 1325.32 |
Dolar Singapura [ SGD ] | 1 | 6811.21 | 6737.74 | 6774.48 |
Baht Thailand [ THB ] | 1 | 295.13 | 291.69 | 293.41 |
Dolar Amerika Serikat [ USD ] | 1 | 8969.00 | 8879.00 | 8924.00 |
Kamis, 30 September 2010
Kurs BI berlaku tgl 30 September 2010
Rabu, 29 September 2010
Kurs Bank Indonesia Berlaku tgl 29 September 2010
Mata Uang | Satuan | Nilai Jual | Nilai Beli | Nilai Tengah |
Dolar Australia [ AUD ] | 1 | 8694.99 | 8603.48 | 8649.24 |
Dolar Brunei D. [ BND ] | 1 | 6817.87 | 6744.49 | 6781.18 |
Dolar Canada [ CAD ] | 1 | 8741.49 | 8647.23 | 8694.36 |
Franc Swiss [ CHF ] | 1 | 9208.07 | 9111.20 | 9159.64 |
Yuan China [ CNY ] | 1 | 1342.78 | 1329.33 | 1336.06 |
Kroner Denmark [ DKK ] | 1 | 1637.78 | 1621.12 | 1629.45 |
EURO [ EUR ] | 1 | 12205.70 | 12079.04 | 12142.37 |
Poundsterling Inggris [ GBP ] | 1 | 14217.22 | 14071.30 | 14144.26 |
Dolar Hongkong [ HKD ] | 1 | 1158.73 | 1146.97 | 1152.85 |
Yen Jepang [ JPY ] | 100 | 10716.59 | 10602.96 | 10659.78 |
Korean Won [ KRW ] | 1 | 7.88 | 7.80 | 7.84 |
Ringgit Malaysia [ MYR ] | 1 | 2914.87 | 2883.81 | 2899.34 |
Kroner Norwegia [ NOK ] | 1 | 1535.60 | 1515.84 | 1525.72 |
Dolar Selandia Baru [ NZD ] | 1 | 6640.33 | 6571.17 | 6605.75 |
Kina Papua Nugini [ PGK ] | 1 | 3379.49 | 3318.95 | 3349.22 |
Peso Philipina [ PHP ] | 1 | 204.74 | 202.60 | 203.67 |
Kroner Swedia [ SEK ] | 1 | 1329.15 | 1314.54 | 1321.85 |
Dolar Singapura [ SGD ] | 1 | 6817.87 | 6744.49 | 6781.18 |
Baht Thailand [ THB ] | 1 | 294.69 | 291.45 | 293.07 |
Dolar Amerika Serikat [ USD ] | 1 | 8988.00 | 8898.00 | 8943.00 |
Selasa, 28 September 2010
wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usahanya/pekerjaan bebas yang menggunakan Norma
Andi adalah seorang pengusaha di bidang perdagangan besar barang elektronik. Andi mempunyai seorang istri & 2 orang anak.
Total Peredaran Usaha Tahun 2009
Januari 15.840.000
Februari 35.800.000
Maret 24.000.000
April 45.000.000Mei 19.000.000
Juni 29.000.000
Juli 38.000.000
Agustus 29.000.000
September 17.000.000
Oktober 44.000.000
Nopember 38.000.000
Desember 47.000.000
Total 381.640.000
Selama tahun 2009 Angsuran PPh pasal 25 sebesarr Rp. 2.550.000
PPh Terutang & Kurang bayar Andi adalah sebagai berikut :
Peredaran usaha bruto tahun 2009 381.640.000
Penghasilan Netto
25% x Rp. 381.640.000 95.410.000
Dikurangi PTKP (K2)
Wajib pajak 15.840.000
Kawin 1.320.000
Tanggungan 2.640.000
PTKP 19.800.000
Penghasilan kena pajak 75.610.000
PPh terutang:
5% x Rp. 50.000.000 = 2.500.000
15% x Rp. 25.610.000 = 3.841.500
Total PPh terutang 6.341.500
Kredit Pajak :
PPh 25 ( 2.550.000 )
PPh kurang bayar 3.791.500
Perhitungan angsuran PPh 25 tahun berikutnya :
1/12 x Rp. 6.341.500 = Rp. 528.458
Penghitungan Pajak Penghasilan OP Artis
Berikut ini Jumlah Penghasilan yang diterima "A" selama Tahun 2009 :
Bulan Jumlah Penghasilan Penyelenggara
Januari 20.000.000 PT. A
April 40.000.000 PT. B
Juli 95.000.000 PT. C
Agustus 45.000.000 PT. D
Oktober 40.000.000 PT. E
Desember 80.000.000 PT. F
A mempunyai seorang istri & 2 orang Anak. Selama Tahun 2009 A membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp. 25.000.000
Berikut perlakuan PPh Pasal 21 yang diterima A & PPh tahunan Pribadi A :
Penjelasan :
PPh 21 yang dipotong oleh penyelenggara atas penghasilan yang diterima A
Bulan Januari Penyelenggara PT. A
Penghasilan Bruto : Rp. 20.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 20.000.000 = Rp 1.000.000
Bulan April Penyelenggara PT.B
Penghasilan Bruto : Rp. 40.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 40.000.000 = Rp 2.000.000
Bulan Juli Penyelenggara PT.C
Penghasilan Bruto : Rp. 95.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp. 45.000.000 = Rp. 6.750.000
Total = Rp. 9.250.000
Bulan Agustus Penyelenggara PT.D
Penghasilan Bruto : Rp. 45.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 45.000.000 = Rp 2.250.000
Bulan Oktober Penyelenggara PT.E
Penghasilan Bruto : Rp. 40.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 40.000.000 = Rp 2.000.000
Bulan Desember Penyelenggara PT.F
Penghasilan Bruto : Rp. 80.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp. 30.000.000 = Rp. 4.500.000
Total = Rp. 7.000.000
Total PPh 21 yang dipotong RP. 23.500.000,-
Perhitungan PPh Kurang Bayar pada akhir tahun
Perhitungan PPh terhutang & PPh Kurang Bayar
Penghasilan Bruto Selama Tahun 2009 Rp. 320.000.000
Penghasilan Netto
( 35 % x Rp. 320.000.000 ) Rp. 112.000.000
Dikurangi PTKP (K/2)
- Wajib Pajak Rp. 15.840.000
- Kawin Rp. 1.320.000
- Tanggungan 2 orang
@ Rp. 1.320.000 Rp. 2.640.000
Rp. 19.800.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 92.200.000
PPh Terutang :
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x Rp. 42.200.000 Rp. 6.330.000
Total Rp. 8.830.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 23.500.000
PPh yang harus dibayar sendiri (Rp.14.670.000 )
PPh yang telah dibayar sendiri ( PPh 25 ) Rp. 25.000.000
PPh lebih bayar ( Rp. 39.670.000 )
Bulan Jumlah Penghasilan Penyelenggara
Januari 20.000.000 PT. A
April 40.000.000 PT. B
Juli 95.000.000 PT. C
Agustus 45.000.000 PT. D
Oktober 40.000.000 PT. E
Desember 80.000.000 PT. F
A mempunyai seorang istri & 2 orang Anak. Selama Tahun 2009 A membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp. 25.000.000
Berikut perlakuan PPh Pasal 21 yang diterima A & PPh tahunan Pribadi A :
Penjelasan :
PPh 21 yang dipotong oleh penyelenggara atas penghasilan yang diterima A
Bulan Januari Penyelenggara PT. A
Penghasilan Bruto : Rp. 20.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 20.000.000 = Rp 1.000.000
Bulan April Penyelenggara PT.B
Penghasilan Bruto : Rp. 40.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 40.000.000 = Rp 2.000.000
Bulan Juli Penyelenggara PT.C
Penghasilan Bruto : Rp. 95.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp. 45.000.000 = Rp. 6.750.000
Total = Rp. 9.250.000
Bulan Agustus Penyelenggara PT.D
Penghasilan Bruto : Rp. 45.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 45.000.000 = Rp 2.250.000
Bulan Oktober Penyelenggara PT.E
Penghasilan Bruto : Rp. 40.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 40.000.000 = Rp 2.000.000
Bulan Desember Penyelenggara PT.F
Penghasilan Bruto : Rp. 80.000.000
PPh Pasal 21 Yang dipotong :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp. 30.000.000 = Rp. 4.500.000
Total = Rp. 7.000.000
Total PPh 21 yang dipotong RP. 23.500.000,-
Perhitungan PPh Kurang Bayar pada akhir tahun
Perhitungan PPh terhutang & PPh Kurang Bayar
Penghasilan Bruto Selama Tahun 2009 Rp. 320.000.000
Penghasilan Netto
( 35 % x Rp. 320.000.000 ) Rp. 112.000.000
Dikurangi PTKP (K/2)
- Wajib Pajak Rp. 15.840.000
- Kawin Rp. 1.320.000
- Tanggungan 2 orang
@ Rp. 1.320.000 Rp. 2.640.000
Rp. 19.800.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 92.200.000
PPh Terutang :
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x Rp. 42.200.000 Rp. 6.330.000
Total Rp. 8.830.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 23.500.000
PPh yang harus dibayar sendiri (Rp.14.670.000 )
PPh yang telah dibayar sendiri ( PPh 25 ) Rp. 25.000.000
PPh lebih bayar ( Rp. 39.670.000 )
Senin, 27 September 2010
Kurs Menteri keuangan berdasarkan KMK No.942/KM.1/2010 tgl 27 September 2010 berlaku dari tgl 27 September s/d 03 Oktober 2010
Mata Uang | Satuan | Nilai |
Dollar Amerika Serikat [ USD ] | 1 | 8964.20 |
Dolar Australia [ AUD ] | 1 | 8529.62 |
Dolar Canada [ CAD ] | 1 | 8696.52 |
Kroner Denmark [ DKK ] | 1 | 1597.33 |
Dolar Hongkong [ HKD ] | 1 | 1155.02 |
Ringgit Malaysia [ MYR ] | 1 | 2893.73 |
Dolar Selandia Baru [ NZD ] | 1 | 6565.92 |
Kroner Norwegia [ NOK ] | 1 | 1503.85 |
Poundsterling Inggris [ GBP ] | 1 | 14020.91 |
Dolar Singapura [ SGD ] | 1 | 6744.67 |
Kroner Swedia [ SEK ] | 1 | 1297.54 |
Franc Swiss [ CHF ] | 1 | 9039.77 |
Yen Jepang [ JPY ] | 100 | 10566.26 |
Kyat Burma [ BUK ] | 1 | 1396.29 |
Rupee India [ INR ] | 1 | 196.34 |
Dinar Kuwait [ KWD ] | 1 | 31294.66 |
Rupee Pakistan [ PKR ] | 1 | 104.36 |
Peso Philipina [ PHP ] | 1 | 203.62 |
Riyad Saudi Arabia [ SAR ] | 1 | 2390.29 |
Rupee Srilanka [ LKR ] | 1 | 79.79 |
Baht Thailand [ THB ] | 1 | 292.03 |
Dolar Brunei D. [ BND ] | 1 | 6745.27 |
EURO [ EUR ] | 1 | 11900.15 |
Yuan China [ CNY ] | 1 | 1338.21 |
Won Korea [ KRW ] | 1 | 7.75 |
Cara Penghitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima Dokter
Cara penghitungannya sebagai berikut :
1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji,karena sebagai pegawai tetap.Misalnya Dokter A ( Status sendiri & tidak mempunyai tanggungan ) pegawai tetap di RS X dengan gaji & tunjangan sebulan Rp. 15.000.000 PPh pasal 21 yang terutang & harus dipotong oleh pemberi kerja :
Gaji + tunjangan setahun
15.000.000 x 12 = Rp. 180.000.000
Pengurang :
Biaya jabatan
( 5% dari jumlah bruto setahun,maksimal
6 juta ) = Rp. ( 6.000.000 )
PTKP sendiri (TK/-) = Rp. ( 15.840.000 )
Penghasilan Kena pajak = Rp. ( 158.160.000 )
PPh pasal 21 terutang :
Tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x PKP =
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 106.160.000 = Rp. 16.224.000
Total = Rp. 18.724.000
Dokter A wajib menerima bukti potong PPh pasal 21 dari rumah sakit X
2. Honorarium,komisi atau fee,uang saku,uang presentasi,uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan.
- Misalnya Dokter A (PNS/TNI/Polri) menerima honorarium yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp. 10.000.000
PPh pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja / pemberi penghasilan :
15% x Rp. 10.000.000 = Rp. Rp. 1.500.000,-
Pemotong PPh pasal 21 ini bersifat final atau tidak diperhitungkan lagi dengan penghasilanlainnya sehingga sudah selesai penghitungan PPh,namun tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh - nya (melampirkan bukti potong PPh pasal 21 tersebut ).
Misalnya Dokter A (Swasta )menerima uang presentasi yang dananya dari APBD/APBN Rp. 10.000.000 dari Departemen Kesehatan
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :
5% ( 50% x Rp. 10.000.000 ) = Rp. 250.000,-
Dokter A (Swasta ) wajib menerima bukti potong PPh pasal 21 dari Departemen Kesehatan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya
- Misal Dokter A ( Swasta ataupun PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 30.000.000 dari Rumah sakit Z
PPh pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja / pemberi penghasilan :
5% ( 50% x Rp. 30.000.000 ) = Rp. 750.000,-
Dokter A Wajib diberikan bukti potong PPh Psal 21
Catatan :
a. Apabila penghasilan tersebut diberikan karena pekerjaan atau jasanya bersifat berkesinambungan baik berdasarkan kontrak atau kenyataan sebenarnya,maka tarif pasal 17 ayat (1 ) huruf a diterapkan atas jumlah kumulatifnya. Misalnya dibulan April 2009 Dokter A juga mendapat honorarium sebesar Rp. 80.000.000 dari Rumah sakit Z ( bulan Maret 2009 telah menerima Rp. 30.000.000 + Rp. 80.000.000 = Rp. 110.000.000 )
Dasar pemotongan PPh pasal 21 dari jumlah kumulatif tersebut adalah 50% x Rp. 110.000.000 = Rp. 55.000.000 sehingga PPh pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah sakit Z adalah :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 5.000.000 = Rp. 750.000
Total = Rp. 3.250.000
Karena bulan Maret telah dipotong Rp. 750.000, maka bulan April PPh yang harus dipotong Rp. 3.250.000 - Rp. 750.000 = Rp. 2.500.000
b. Jumlah penghasilan bruto bagi Dokter yang melakukan paraktik dirumah sakit dan atau klinik adalah sebesar jasa Dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan atau klinik sebelum dipotong biaya - biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit atau klinik.
Misalnya Pasien A Membayar tagihan Rumah sakit Z sebesar 25 juta dengan rincian : uang obar 5 juta dan uang jasa sebesar 20 juta Rumah sakit Z menerima bagi hasil dari uang jasa Dokter B 50% dari jumlah tersebut atau Rp. 10 juta ( sesuai dengan perjanjian )
Rumah sakit Z memotong PPh pasal 21 atas penghasilan yang diterima dari jumlah penghasilan bruto Rp. 20.000.000 bukan dari jumlah bruto setelah dikurangi bagi hasil atau Rp. 10 juta
Sehingga PPh pasal 21 yang dipotong rumah sakit Z 5% x ( 50% x Rp. 20 juta ) = Rp. 500.000
Tunggakan Pajak Rp. 1.5 Triliun
Meskipun berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan penerimaan daerah, tunggakan pajak di Jawa Timur hingga Agustus 2010 mencapai Rp. 1.5 Triliun "sebagian besar pajak yang belum terbayarkan dari pajak bumi & bangunan (PBB) diatas 600 Miliar"kata Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I Suharno di Kota Surabaya,kemarin.Menurutnya, meskipun tunggakan meningkat,Direktorat Jenderal Pajak ( DJP) Jawa Timur I mencatat prestasi gemilang dalam penerimaan pajak di Jawa Timur. HIngga 16 Agustus 2010 penerimaan pajak di Jatim telah mencapai Rp.6.15 triliun atau sekitar 51 % dari periode yang sama tahun lalu.Kerana itu DJP Jatim I optimis dalam rentang empat bulan kedepan target penerimaan pajak terlampaui.
( Sumber : Media Indonesia )
( Sumber : Media Indonesia )
Rabu, 22 September 2010
Kepatuhan Wajib Pajak Pribadi Masih Rendah
SEMARANG (Suara Karya) Meskipun pengembalian surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak sudah bisa mencapai 80 persen, namun nal terseuut lemyata belum diimbangi dengan tingkat kepatuhan pembayaran pajak. Menurut Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jateng I Sakli Anggoro, pihaknya kini terus berupaya mengejar penerimaan pajak yang* belum sepenuhnya dibayarkan tadi. "Sesuai catatan, hingga akhir Agustus lalu telah diterima pajak Rp 4,8 triliun dari target tahun ini sebesar Rp 8,6 triliun. Dari pencapaian Agustus itu, pajak penghasilan (PPh) memberi kontribusi terbesar, yakni sekitar Rp 2,3 triliun, disusul pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) sekitar Rp 1,7 triliun," katanya di Semarang, akhir pekan kemarin.
Menurut dia, kontribusi jenis pajak lainnya adalah bea materai sekitar Rp 96,1 miliar dan surat perintah membayar (SPM) atau pajak yang disetorkan oleh bendahara daerah sekitar Rp 140 miliar. Untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) masing-masing sekitar Rp 784 miliar dan Rp 239 miliar. Utuk itu, pihaknya mengimbau agar wajib pajak bisa meningkatkan kesadaran, khususnya wajib pajak pribadi. Sejauh ini penerimaan pajak dari badan atau lembaga lebih besar. Selain itu, pihaknya kinijuga tengah membidik wajib pajak yang berada di kalangan menengah atas agar lebih sadar lagi.
Optimalisasi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, optimalisasi penerimaan perpajakan akan terus dilakukan sehingga dapat meningkatkan tax ratio (rasio pajak). Tax ratio pada 2011 ditetapkan 12 persen atau meningkat 0,1 persen dibanding 2010, dan angka tersebut dibandingkan dengan negara-negara lain relatif rendah."Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat tanpa mem-, perhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain," ujarnya.
Dia menambahkan, perkembangan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan yang cukup pesat, karena dalam empat tahun terakhir, penerimaan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen.
Sedangkan dari sisi volume, penerimaan mengalami lonjakan dari sebelumnya Rp 1.034,1 triliun dalam periode 2000-2004 menjadi Rp 2.525,8 triliun untuk periode 2005-2009. "Selain itu, kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah juga meningkat dari 70,1 persen pada 2005 menjadi 73 persen 2009 dah diharapkan mencapai 77,3 persen pada 2011,"tutur Agus.
Insentif Fiskal
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Plastik, dan Olefin Indonesia (inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan, industri petrokimia memerlukan insentif fiskal berupa pemotongan pajak serta insentif untuk mendorong investasi dalam pembangunan kilang minyak di dalam negeri. "Insentif tersebut diperlukan untuk memasok kebutuhan nafta (bahan baku industri petrokimia) yang selama ini masih diimpor dari luar negeri," ucapnya.
Menurut dia, insentif yang diberikan dapat berupa fasilitas bebas pajak (tax holiday) dan pengadaan lahan mengingat untuk membangun kilang dibutuhkan lahan minimal 300 hektare. Sebenarnya selama ini pemerintah telah memberikan insentif dalam bentuk perlindungan berupa bea masuk terhadap produk serupa yang berasal dari negara di luar negara ASEAN. .
Budi mengatakan, perlindungan tetap dibutuhkan mengingat Indonesia masih tergantung pada ba-han baku nafta yang merupakan produk turunan dari minyak bumi. "Kalau mau kompetitif, industri petrokimia harus memiliki kilang minyak sendiri. Sepanjang belum memiliki kilang, perlindungan tetap dibutuhkan dari pemerintah," ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, sebenarnya kalau Nafta tidak tergantung pada impor, harga produk industri petrokimia do-mestik bisa lebih kompetitif. Persoalannya, seluruh minyak dan produk turunannya yang diproduksi Pertamina, sebagian besar disalurkan untuk memasok kebutuhan bahan bakar minyak (BBM).
Padahal, kebutuhan nafta untuk industri petrokimia sangat besar. Sebagai catatan, impor nafta sepanjang 2010 diproyeksikan mencapai 2,08 juta ton dengan nilai 1,66 miliar dolar AS. Jumlah tersebut melonjak 30 persen dari impor 2009 senilai 1,02 miliar dolar AS.
Apalagi, kata dia, Indonesia setidaknya membutuhkan tambahan tiga kilang baru dengan kapasitas sebesar 300.000 barel per hari yang sudah harus dibangun dalam waktu dekat Sekitar 20 persen dari produksi kilang tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nafta sebagai bahan baku bagi industri petrokimia Sisanya, sebesar 80 persen, bisa digunakan untuk menyuplai BBM.
"Sesuai dengan cetak biru, pembangunan fisik kilang tersebut seharusnya sudah dilakukan pada 2012, dan sudah beroperasi pada 2015. Jadi, kalau kilang bisa dibangun, sumbatan (bottlenecking) pada industri ini bisa diatasi," katanya.
Pembangunan tiga kilang ini untuk memenuhi target produksi polypropy-lene yang dibutuhkan industri plastik sebanyak 1,5 juta sampai 1,6 juta ton per tahun dari kapasitas saat ini sebanyak 600.000 sampai 700.000 ton per tahun.
Sumber : Suara Karya
Menurut dia, kontribusi jenis pajak lainnya adalah bea materai sekitar Rp 96,1 miliar dan surat perintah membayar (SPM) atau pajak yang disetorkan oleh bendahara daerah sekitar Rp 140 miliar. Untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) masing-masing sekitar Rp 784 miliar dan Rp 239 miliar. Utuk itu, pihaknya mengimbau agar wajib pajak bisa meningkatkan kesadaran, khususnya wajib pajak pribadi. Sejauh ini penerimaan pajak dari badan atau lembaga lebih besar. Selain itu, pihaknya kinijuga tengah membidik wajib pajak yang berada di kalangan menengah atas agar lebih sadar lagi.
Optimalisasi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, optimalisasi penerimaan perpajakan akan terus dilakukan sehingga dapat meningkatkan tax ratio (rasio pajak). Tax ratio pada 2011 ditetapkan 12 persen atau meningkat 0,1 persen dibanding 2010, dan angka tersebut dibandingkan dengan negara-negara lain relatif rendah."Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat tanpa mem-, perhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain," ujarnya.
Dia menambahkan, perkembangan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan yang cukup pesat, karena dalam empat tahun terakhir, penerimaan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen.
Sedangkan dari sisi volume, penerimaan mengalami lonjakan dari sebelumnya Rp 1.034,1 triliun dalam periode 2000-2004 menjadi Rp 2.525,8 triliun untuk periode 2005-2009. "Selain itu, kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah juga meningkat dari 70,1 persen pada 2005 menjadi 73 persen 2009 dah diharapkan mencapai 77,3 persen pada 2011,"tutur Agus.
Insentif Fiskal
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Plastik, dan Olefin Indonesia (inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan, industri petrokimia memerlukan insentif fiskal berupa pemotongan pajak serta insentif untuk mendorong investasi dalam pembangunan kilang minyak di dalam negeri. "Insentif tersebut diperlukan untuk memasok kebutuhan nafta (bahan baku industri petrokimia) yang selama ini masih diimpor dari luar negeri," ucapnya.
Menurut dia, insentif yang diberikan dapat berupa fasilitas bebas pajak (tax holiday) dan pengadaan lahan mengingat untuk membangun kilang dibutuhkan lahan minimal 300 hektare. Sebenarnya selama ini pemerintah telah memberikan insentif dalam bentuk perlindungan berupa bea masuk terhadap produk serupa yang berasal dari negara di luar negara ASEAN. .
Budi mengatakan, perlindungan tetap dibutuhkan mengingat Indonesia masih tergantung pada ba-han baku nafta yang merupakan produk turunan dari minyak bumi. "Kalau mau kompetitif, industri petrokimia harus memiliki kilang minyak sendiri. Sepanjang belum memiliki kilang, perlindungan tetap dibutuhkan dari pemerintah," ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, sebenarnya kalau Nafta tidak tergantung pada impor, harga produk industri petrokimia do-mestik bisa lebih kompetitif. Persoalannya, seluruh minyak dan produk turunannya yang diproduksi Pertamina, sebagian besar disalurkan untuk memasok kebutuhan bahan bakar minyak (BBM).
Padahal, kebutuhan nafta untuk industri petrokimia sangat besar. Sebagai catatan, impor nafta sepanjang 2010 diproyeksikan mencapai 2,08 juta ton dengan nilai 1,66 miliar dolar AS. Jumlah tersebut melonjak 30 persen dari impor 2009 senilai 1,02 miliar dolar AS.
Apalagi, kata dia, Indonesia setidaknya membutuhkan tambahan tiga kilang baru dengan kapasitas sebesar 300.000 barel per hari yang sudah harus dibangun dalam waktu dekat Sekitar 20 persen dari produksi kilang tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nafta sebagai bahan baku bagi industri petrokimia Sisanya, sebesar 80 persen, bisa digunakan untuk menyuplai BBM.
"Sesuai dengan cetak biru, pembangunan fisik kilang tersebut seharusnya sudah dilakukan pada 2012, dan sudah beroperasi pada 2015. Jadi, kalau kilang bisa dibangun, sumbatan (bottlenecking) pada industri ini bisa diatasi," katanya.
Pembangunan tiga kilang ini untuk memenuhi target produksi polypropy-lene yang dibutuhkan industri plastik sebanyak 1,5 juta sampai 1,6 juta ton per tahun dari kapasitas saat ini sebanyak 600.000 sampai 700.000 ton per tahun.
Sumber : Suara Karya
Senin, 20 September 2010
Kurs Menteri Keuangan berdasarkan KMK No. 914/KM.1/2010 tanggal 20 September 2010 berlaku dari tgl 20 September s/d 26 September 2010
Mata Uang | Satuan | Nilai |
Dollar Amerika Serikat [ USD ] | 1 | 8975.00 |
Dolar Australia [ AUD ] | 1 | 8414.60 |
Dolar Canada [ CAD ] | 1 | 8740.58 |
Kroner Denmark [ DKK ] | 1 | 1567.67 |
Dolar Hongkong [ HKD ] | 1 | 1155.62 |
Ringgit Malaysia [ MYR ] | 1 | 2885.78 |
Dolar Selandia Baru [ NZD ] | 1 | 6549.96 |
Kroner Norwegia [ NOK ] | 1 | 1473.80 |
Poundsterling Inggris [ GBP ] | 1 | 13969.23 |
Dolar Singapura [ SGD ] | 1 | 6714.40 |
Kroner Swedia [ SEK ] | 1 | 1267.44 |
Franc Swiss [ CHF ] | 1 | 8904.83 |
Yen Jepang [ JPY ] | 100 | 10583.73 |
Kyat Burma [ BUK ] | 1 | 1397.98 |
Rupee India [ INR ] | 1 | 193.68 |
Dinar Kuwait [ KWD ] | 1 | 31220.11 |
Rupee Pakistan [ PKR ] | 1 | 104.73 |
Peso Philipina [ PHP ] | 1 | 202.73 |
Riyad Saudi Arabia [ SAR ] | 1 | 2393.38 |
Rupee Srilanka [ LKR ] | 1 | 79.86 |
Baht Thailand [ THB ] | 1 | 291.60 |
Dolar Brunei D. [ BND ] | 1 | 6716.21 |
EURO [ EUR ] | 1 | 11674.32 |
Yuan China [ CNY ] | 1 | 1331.29 |
Won Korea [ KRW ] | 1 | 7.72 |
Senin, 06 September 2010
Kurs Menteri Keuangan berdasarkan KMK No. 889/KM.1/2010 tanggal 6 September 2010 berlaku dari tanggal 06 September s/d 19 September 2010
Mata Uang | Satuan | Nilai |
Dollar Amerika Serikat [ USD ] | 1 | 9019.50 |
Dolar Australia [ AUD ] | 1 | 8121.61 |
Dolar Canada [ CAD ] | 1 | 8534.53 |
Kroner Denmark [ DKK ] | 1 | 1543.48 |
Dolar Hongkong [ HKD ] | 1 | 1159.79 |
Ringgit Malaysia [ MYR ] | 1 | 2875.73 |
Dolar Selandia Baru [ NZD ] | 1 | 6386.26 |
Kroner Norwegia [ NOK ] | 1 | 1443.86 |
Poundsterling Inggris [ GBP ] | 1 | 13908.75 |
Dolar Singapura [ SGD ] | 1 | 6672.83 |
Kroner Swedia [ SEK ] | 1 | 1228.30 |
Franc Swiss [ CHF ] | 1 | 8866.33 |
Yen Jepang [ JPY ] | 100 | 10691.36 |
Kyat Burma [ BUK ] | 1 | 1402.48 |
Rupee India [ INR ] | 1 | 192.33 |
Dinar Kuwait [ KWD ] | 1 | 31294.62 |
Rupee Pakistan [ PKR ] | 1 | 105.48 |
Peso Philipina [ PHP ] | 1 | 199.89 |
Riyad Saudi Arabia [ SAR ] | 1 | 2405.11 |
Rupee Srilanka [ LKR ] | 1 | 80.02 |
Baht Thailand [ THB ] | 1 | 288.95 |
Dolar Brunei D. [ BND ] | 1 | 6673.08 |
EURO [ EUR ] | 1 | 11491.97 |
Yuan China [ CNY ] | 1 | 1324.82 |
Won Korea [ KRW ] | 1 | 7.58 |
Rabu, 01 September 2010
Perhitungan PPh 21 atas THR bagi Pegawai Tetap
Andi berstatus TK/0 ( belum kawin ) Bekerja pada PT. B dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 3.000.000
Dan menerima THR sebesar RP. 5 juta.Setiap bulannya Andi membayar iuran pensiun sebesar Rp. 60.000Cara menghitung PPh 21 atas THR sebagai berikut
a. Pasal 21 atas gaji & THR
Gaji Setahun ( 12 x Rp. 3 juta ) 36.000.000
THR 5.000.000
Penghasilan bruto setahun 41.000.000
Pengurangan:
By Jabatan 5% x 41.000.000 2.050.000
Iuran pensiun setahun 12 x 60.000 720.000
2.770.000
Penghasilan netto setahun 38.230.000
PTKP :
WP sendiri 15.840.000
Penghasilan kena pajak 22.390.000
PPh pasal 21 terutang
5% x 22.390.000 = Rp. 1.119.500
b. PPh pasal 21 atas gaji setahun
Gaji Setahun ( 12 x Rp. 3 juta ) 36.000.000
Pengurangan:
By Jabatan 5% x 36.000.000 1.800.000
Iuran pensiun setahun 12 x 60.000 720.000
2.520.000
Penghasilan netto setahun 33.480.000
PTKP :
WP sendiri 15.840.000
Penghasilan kena pajak 17.640.000
PPh pasal 21 terutang
5% x 17.640.000 = Rp. 882.000
c. PPh pasal 21 atas THR
Rp. 1.119.500 - Rp. 882.000 = Rp. 762.500
Langganan:
Postingan (Atom)